Free Lines Arrow

Tuesday, 30 April 2013

Hukum Perikatan

A. Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).

B. Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
C. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk yang timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih lainnya (obligatoire overeenkomst) (lihat Pasal 1313 KUHPerdata). Wanprestasi dikategorikan ke dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”): 
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
• Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
• Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
 • Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

D. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
  1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
  3. Pembaharuan utang
  4.  Perjumpaan utang atau kompensasi
  5. Percampuran utang
  6. Pembebasan utang
  7. Musnahnya barang yang terutang
  8. Batal/pembatalan
  9. Berlakunya suatu syarat batal
  10. Lewat waktu 

Hukum Perdata


A.   Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku Di Indonesia

            Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang ada pada saat ini berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perdata yang ada di Eropa.

            Bermula di Eropa terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau balau dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.

            Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum,kesatuan hukum dan kesseragaman hukum.
            Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum perdata dalam satu kesatuan kumpulan peraturan yang bernama” code civil des francais”yang juga dapat disebut “code napoleon” karena code civil des francais ini adalah merupakan sebagian dari code napoleon.
            Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811) maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek napoleon ingeright voor het koninkrijk holland” yang isinya mirip dengan “code civil des francais atau code napoleon” untuk dijadikan sumber hukum perdata di Belanda.

            Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, code civil des francais tetap berlaku diBelanda (Nederland).
            Oleh karena perkembangan jaman dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya dan tepatnya 5 juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (burgerlijk wetboek) dan WVK (wetboek van koonphandle) ini adalah produk nasional Belanda namun isi dan bentuk sebagian besarnya sama dengan code civil des francais.

            Dan pada tahun 1984 kedua Undang-Undang produk nasional belanda ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH sipil (KUHP) untuk BW (Burgejilk Wetboek). Sedangkan KUH dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

B.   Pengertian Dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

            Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.

            Hukum privat ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.

            Mengenai keadaan Hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 
faktor yaitu:

      i.        Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa indonesia karena negara kita bangsa indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
    ii.        Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan , yaitu :
a.    Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b.    Gologan Bumi Putera (pribumi atau bangsa Indonesia asli)
c.    Golongan Timur Asing( bangsa Asia,Arab,India)
Dan ada peraturan yang berlaku untuk semu warga negara Indonesia, yaitu:
o   Undang-undang hak pengarang (Auteurswet tahun 1912)
o   Peraturan hukum tentang koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
o   Ordonansi woeker (Staatsblad 1938 no 523)
o   Ordonansi tentang pengankutan di udara ( Staatsblad 1938 n0 98)

Sistematika Hukum Perdata
            Sistematika hukum perdata kita (BW) ada dua pendapat.
      I.        Yang pertama dari pemberlakuan Undang-Undang berisi:
o   Buku I :
mengenai orang. Didalamnya mengatur hukum tentang diri seseoarang dan hukum kekeluargaan.
o   Buku II:
Mengenai hal benda. Didalamnya mengatur hukum tentang hukum kebendaan dan hukum waris.
o   Buku III:
Mengenai hal perikatan. Didalamnya mengatur hukum tentang hak dan kewajiban timbal balik antara orang atau pihak tertentu.
o   Buku IV:
Mengenai pembuktian atau daluarsa. Didalamnya mengetur hukum tentang alat pembuktian dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.

    II.         Yang kedua menurut ilmu hukum / doktrin yang dibagi menjadi 4 bagian:
o   Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur perihal manusia sebagai subyek hukum, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum tentang hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri, melaksanakan kecakapan yang mempengaruhinya.
o   Hukum kekeluargaan.
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan seperti perkawianan , hubungan orang tua dengan anak.
o   Hukum kekayaan.
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
o   Hukum warisan.
Mengatur tentang kekayaan seseorang jika ia meninggal. Hukum warisan akan mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang

Subjek dan Objek Hukum

A. Subjek Hukum
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum
Yang termasuk dalam pengertian subyek hukum yaitu:
1. Manusia atau Orang
Manusia mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak¬ha knya, a kan teta pi dalam hukum, tidak sem ua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak cakap” atau “kurangcakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan¬perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
1). Orang yang belum dewasa.
2). Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
3). Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).

2. Badan Hukum
Selain manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Badan Hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1). Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.
2). Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.

Hak dan kewajiban dimiliki orang. Mempunyai hak yang sama, dan mempunyai kewajibannya masing-masing. Dan ada wewenangnya sendiri-sendiri. Wewenang itu ada dua, yaitu
1.  Wewenang memiliki hak (rechtsbevoegdheid), dan
2.  Wewenang menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kategori subjek hukum adalah manusia (Natuurlijk person) dan Badan hukum (Rechts Person).
Pembagian Subyek Hukum
a. Subjek Hukum Manusia (Natuurlijk Persoon) :
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1. Manusia mempunyai hak-hak subyektif.
2. Mempunyai kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pengertian subjek hukum manusia secara umumnya adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963
b. Subjek Hukum Badan hukum (Rechtspersoon)
Subjek hukum badan hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu Teori Kekayaan bertujuan :
1. Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
2. Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :
a. Badan Hukum Privat
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
b. Badan Hukum Publik
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
Ada empat teori yg digunakan sebagai syarat badan hukum untuk menjadi subyek hukum, yaitu :
1. Teori Fictie
2. Teori Kekayaan Bertujuan
3. Teori Pemilikan
4. Teori Organ
Menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;
1.  Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
2.  Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)
A. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :
1. Benda bergerak
Pengertian benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
-  Benda bergerak karena sifatnya
-  Benda bergerak karena ketentuan UU
Benda tidak berwujud, yang menurut UU dimasukkan ke dalam kategori benda bergerak .
2. Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
-  Benda tidak bergerak karena sifatnya,
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan benda tetap.
-  Benda tidak bergerak karena tujuannya,
Tujuan pemakaiannya :
Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama.
-  Benda tidak bergerak karena ketentuan UU,
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.
Membedakan benda bergerak dan tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan 4 hak yaitu : pemilikian, penyerahan, kadaluarsa, dan pembebanan.
1.    Pemilikan
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2.  Penyerahan
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3.  Daluwarsa
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.  Pembebanan
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Perbedaan Subjek Hukum dan Objek Hukum
Yaitu pendukung hak dan kewajiban yang terjadi pada subjek hukum terjadi dari manusia (persoon) dan badan hukum (Rechtspersoon). Sedangkan objek hukum, segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek hukum dari suatu hubungan hukum. 

Monday, 22 April 2013

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi

A. PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Pengertian Hukum Menurut Para Ahli 
 1. Uttrecht
Hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus mematuhinya.
2. Hans Kelsen
Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan.
 B. TUJUAN & SUMBER HUKUM
 Tujuan Hukum :
1. Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn
Tujuan Hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
2.  Prof. Soebekti, S.H
Dalam buku ”Dasar-dasar hukum dan Pengadilan” tujuan hukum adalah bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”. Keadilan lazim dilambangkan dengan neraca keadilan, dimana dalam keadaan yang sama, setiap orang harus mendapatkan bagian yang sama pula.
 Sumber-sumber Hukum:
1) Sumber Hukum Materil
Yaitu sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengukat setiap orang. Sumber hukum materil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondidi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan internasional, geografis dan politik hukum.
2) Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil yang dikenal dalam ilmu hukum berasal dari 6 jenis, yaitu:
  • UU (tertulis atau tidak tertulis)
  • Kebiasaan (Konvensi)
  • Traktat
  • Perjanjian yang dibuat antara negara yang dituangkan dalam bentuk tertentu.
  • Yurispudensi (Putusan Hakim)
  • Doktrin

 C. KODIFIKASI UMUM

Kodifikasi Hukum adalah pembbukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.  
Unsur-unsur dari suatu Kodifikasi:   
-          Jenis hukum tertentu
-          Sistematis
-          Lengkap
D. KAIDAH / NORMA
Kaidah hukum adalah aturan yang dibuat oleh penguasa masyarakat atau negara, mengikat seiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
  1. Hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa. 
  2. Hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap
E. PENGERTIAN EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Pengertian Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata yunani (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga “ atau “manajemen rumah tangga.” Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
  1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
  2. Hukum ekonomi sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia indonesia.